5.06.2012

Keterkaitan “Publik Speaking” dengan Sosiologi Komunikasi


Pengantar
Publik speaking atau berbicara kepada umum merupakan suatu kegiatan yang berintikan pada interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan suatu hubungan dimana terjadi proses saling memengaruhi antara para individu, antara individu dengan kelompok, maupun antarkelompok. Proses interaksi demikian merupakan salah satu lingkup sosiologi sebagai ilmu dan juga sosiologi komunikasi sebagai salah satu pengkhususannya.
Sosiolgi merupakan suatu ilmu yang menelah dan menganalisis kehidupan bersama manusia serta akibat-akibatnya yang mungkin dilanjutkan dengan suatu proyeksi. Interaksi sosial sebagai suatu lingkup sosiologi berintikan pada komunikasi sehingga sudah sewajarnya apabila tumbuh pengkhususan dalam wujud sosiologi komunikasi.
Dalam tulisan ini akan dibahas beberapa aspek sosiologi komunikasi yang berkaitan erat dengan publik-speaking. Artinya,telah akan ditunjukan pada masalah – masalah sosiologi komunikasi yang perlu dipertimbakan oleh seseorang atau suatu pihak yang berbicara kepada umum. Dasar uraian ini adalah semata – mata pengalaman sebagai pendidikan dan pengajar yang dalam pekerjaan sehari-hari banyak berhubungan dengan umum khususnya sivitas akademika dan pihak-pihak lainnya dalam rangka pengabdian masyarakat. Oleh karena itu, hal – hal yang bersifat teoretis konsepsional tidak akan ditemukan dalam tulisan ini.
2. Khalayak yang Dihadapi
Seorang publik speaking akan menghadapi khalayak tertentu, yang terdiri lebih dari satu orang dengan jumlah maksimal yang kadang-kadang tidak dapat ditentukan batas-batasnya. Kadang-kadang khalayak tersebut mempunyai derajat heterongenitas (keanekaragaman) yang relatif tinggi sehingga kemungkinan menghadapi khalayak yang benar-benar homogen secara sempurna hampar-hampir tidak terjadi. Heterogenitas itu mungkin ada dilihat dari sudut kebudayaan khusus yang dianut, orientasi politik yang berbeda, latar belakang pendidikan informal dan formal yang berlainan,agama yang tidak sama, suku yang tidak seragam, dan seterusnya.
Sejalan dengan taraf heterogenitas umum yang relatif tinggi,sedang atau rendah tersebut, khalayak yang dihadapi mungkin juga mempunyai masalah yang berbeda. Dalam hal ini biasanya ada kemungkinanbahwa dalam hal-hal tertentu ada masalah – masalah umum yang dialami oleh khalayak tersebut,yang dipergunakan sebagai patokan umum untuk memberikan public speech.
Tidak mustahil bahwa khalayak yang dihadapi mempunyai taraf kecerdasan yang berbeda – beda. Salah satu akibatnya adalah bahwa taraf kemampuan untuk memahami hal-hal yang disampaikan oleh pembicara juga berbeda. Hal ini tidak saja disebabkan karena latar belakang pendidikan, tetapi juga karena pengalaman dan taraf peluang pergaulan yang terbatas.
Karena khalayak terdiri dari orang banyak,sulit diciptakan hubungan batiniah antara pembicara dengan khalayak. Dengan demikianlah, hubungan antara pembicara dengan khalayak biasanya bersifat impersonal.Khalayak hanya mengenl pembicara sebagai orang dalam fungsi tertentu, misalnya, sebagai juru penerang di bidang Keluarga Berencana, penyuluh hukum, penyuluh pertanian, dan lain sebagainya. Dalam batas – batas tertentu pun pembicara mengenal khalayak hanya dari permukaan belakang sehingga kepribadian masing – masing berada di luar jangkauan pengetahuanya. Dengan demikian, pembicara tidak mungkin memenuhi kepentingan semua pihak yang merupakan khalayak tersebut.
Dalam menghadapi khalayak yang beranekaragam latar belakangnya seorang pembicara harus mampu membuat tolak ukur yang seragam terlebih dahulu. Di antara sekian banyaknya perbedaan, pasti akan ada hal – hal yang sama. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah meminta data mengenai khalayak yang akan dihadapi (artinya, sebelum publik speaking berlangsung). Tidak perlu dicari data yang lengkap;cukup beberapa catatan awal saja sehingga pembicara tidak buta sama sekali mengenai orang-orang yang dihadapinya.
3. Usaha Agar Khalayak Menjadi Pendengar yang Aktif
Seseorang pembicara pertama – tama harus mengusahakan agar khalayak menjadi pendengar yang baik. Sudah tentu bahwa tidak mungkin mengusahakan semua orang menjadi pendengar yang baik; yang penting adalah bahwa sebagian besar menjadi pendengar yang baik sehingga dapat menetralkan gangguanyang berasal dari orang – orang yang hadir karena iseng belakang.
Kemampuan untuk mendengarkan pembicaraan orang dengan baik, merupakan salah satu landasan bagi adanya pemahaman. Pertama-tama seorang pembicara harus dapat memberikan “pengantar”yang menarik perhatian khalayak ,yang hanya dapat dilakukan apabila pembicara terlebih dahulu telah memperoleh data awal mengenai khalayak yang dihadapinya. “Pengantar” yang menarik tersebut bertujuan untuk menciptakan suasana yang menyenangkan terutama bagi khalayak. Suasana yang menyenangkan ini biasanya terjadi apabila khalayak merasa dirinya dihargai oleh pembicara. Rasa dihargai itu timbul apabila pembicara dapat mengidentifikasikan dirinya dengan khalayak. Identifikasi ini tidak akan mungkin terjadi apabila sejak semula timbul kesan, bahwa pembicara menempatkan diri pada posisi yang lebih tinggidari khalayak. Kesan ini timbul apabila semenjak semula pembicara membanggakan dirinya secara berlebih-lebihan. Biasanya hal ini terjadi pada waktu pembicara memperkenalkan dirinya.
Akan tetapi, kadang – kadang pembicara perlu menempatkan dirinya pada posisi yang lebih tinggi. Namun, hendaknya hal itu dilakukan hanya sebagai taktik saja, karena kadang-kadang yang dihadapi adalah khalayak yang semenjak semula menganggap bahwa ceramah yang akan diberikan (misalnya) tidak penting. Kadang – kadang dijumpai juga khalayak yang menganggap pembicara adalah orang yang “baru” muncul dari bidangnya sehingga masih berstatus pemula.
Langkah kedua yang perlu dilakukan agar khalayak mendengarkan hal – hal yang dibicarakan adalah menciptakan kewibawaan. Mungkin hal ini yang paling sulit dilakukan karena berkaitan hal-hal yang berlebih dititikberatkan pada aspek spiritual. Kewibawaan dapat diartikan sebagai wewenang yang diakui, bukan karena jabatan resmi yang diduduki. Faktor pertama yang perlu diperhatikan adalah soal penampilan (fisik). Memang perlu diakui bahwa aspek kecantikan atau ketampanan juga memegang peranan. Akan tetapi, yang lebih penting lagi adalah sikap tindakan yang nyata dari pembicara, atau penampilannya yang simpatik.
Langkah yang ketiga adalah menciptakan landasan pengetahuan yang sama. Di sini terasa benar pentingnya data awal yang dapat diperoleh pembicara sebelum publik speaking. Dalam hal ini pembicara seyogyanya menyesuaikan taraf pengetahuan dengan pihak khalayak. Kalau itu sudah tercipta, barulah pembicara berusaha “menggiring” khalayak ke taraf pengetahuan yang lebih tinggi dengan jalan membantu khalayak untuk hari esok. Usaha-usaha untuk menyesuaikan diri dengan taraf pengetahuan khalayak untuk kemudian membimbingnya ke taraf yang lebih tinggi akan merangsang khalayak untuk bertanya atau memberikan tanggapan pada kesempatan diskusi nantinya.
4. Usaha untuk Memengaruhi Khalayak
Pembicara tentunya harus berusaha untuk memengaruhi khalayak agar tujuan – tujuan tertentu dapat dicapai. Cara – cara dan tahap – tahap yang harus dilaksanakan dan dilalui sangat tergantung pada tujuan dan isi pesan yang ingin disampaikan. Agar diperoleh suatu gambaran yang jelas, akan dikemukakan suatu contoh, dimana pembicara berfungsi sebagai pembaharu atau pengubah (change agent; agentof development).
Kalau seorang pembicara berfungsi sebagai pembaharu, pertama – tama yang dilakukannya adalah mengembangkan suasana, yang memerlukan adanya suatu perubahan. Kadang – kadang seorang pembaharu perlu menyadarkan khalayak bahwa ada sesuatu yang perlu diubah untuk mencapai tingkat kehidupan tertentu. Mula – mula pembicara mengemukakan masalah yang sama-sama dihadapi, misalnya, rendahnya taraf hidup dan manusia harus senantiasa berusaha meningkatkan taraf hidupnya dengan berikhtiar. Selain itu, pembicara juga harus menyakinkan khalayak bahwa mereka mempunyai kemampuan untuk mengubah keadaan menjadi lebih baik.
Sesudah mengemukakan hal itu, pembicara harus dapat menciptakan keadaan yang baik. Artinya, khalayak mulai menghargai pembicara sehingga hubungan yang serasi itu harus tetap dipelihara dengan baik. Kegiatan itu merupakan langkah kedua yang seyogyanya dilasanakan pembicara yang berfungsi sebagai pembaharu.
Pada langkah atau tahap ketiga, pembicara mencoba dan mengajak khalayak untuk menggadakan diagnosis terhadap keadaan yang dihadapi. Dalam tahap harus dijelaskan mengapa timbul masalah, dan mengapa selama ini masalah-masalah tidak dapat ditanggulangi. Namun, diagnosis ini hendaknya dilandaskan pada kepentingan khalayak dan bukan pembicara.
Selanjutnya pada langkah keempat pembicara berusaha untuk menanamkan keinginan agar keadaan yang dihadapi diubah. Artinya, pembicaraan diarahkan pada usaha agar khalayak mempunyai keinginan atau hasrat yang kuat untuk mengubah keadaan sehingga dapat diduga bahwa pada suatu waktu keinginan tadi akan berubah menjadi tindak – tindakan yang nyata.
Pada tahap kelima pembicara seyogyanya berusaha untuk menjelaskan keuntungan dan kerugian sebagai akibat terjadinya perubahan. Sudah tentu hasil akhir yang diharapkan adalah perubahan yang terjadi akan mengakibatkan lebih banyakkeuntungan dari pada kerugian. Dengan cara demikian, pembicara berusaha membentuk opini khalayak kearah yang positif bagi pemenuhan kebutuhannya.
Contoh lain yang dapat disajikan adalah mengenai tujuan untuk memperkuat norma-norma yang dianut dan diterapkan. Misalnya golongan masyarakat yang dihadapi sebagai khalayak adalah warga yang patuh pada peraturan lalu lintas. Mereka harus diberikan atau disajikan hal – hal yang menguntungankan apabila patuh dibandingkan dapat mengidentifikasikan dirinya dengan khalayak. Identifikasi ini tidak akan mungkin terjadi apabila sejak semula timbul kesan, bahwa pembicara menempatkan diri pada posisi yang lebih tinggi dari khalayak. Kesan ini timbul apabila semenjak semula pembicara membanggakan dirinya secara berlebih-lebihan. Biasanya hal ini terjadi pada waktu pembicara memperkenalkan dirinya.
Akan tetapi, kadang-kadang pembicara perlu menempatkan dirinya pada posisi yang lebih tinggi. Namun, hendaknya hal itu dilakukan hanya sebagai taktik saja, karena kadang-kadang yang dihadapi adalah khalayak yang semenjak semula menganggap bahwa ceramah yang akan diberikan (misalnya) tidak penting. Kadang-kadang dijumpai juga khalayak yang menganggap pembicara adalah orang yang “baru” muncul dalam bidangnya sehingga masih berstatus pemula.
Langkah kedua yang perlu dilakukan agar khalayak mendengarkan hal-hal yang dibicarakan adalah menciptakan kewibawaan. Mungkin hal ini yang paling sulit dilakukan karena berkaitan hal-hal yang lebih dititikberatkan pada aspek spiritual. Kewibawaan dapat diartikan sebagai wewenang yang diakui, bukan karena jabatan resmi yang diduduki. Faktor pertama yang perlu diperhatikan adalah soal penampilan (fisik). Memang perlu diakui bahwa aspek kecantikan atau ketampanan juga memegang peranan. Akan tetapi, yang lebih penting lagi adalah sikap tidak nyata pembicara, atau penampilannya yang simpatik.
Langkah yang ketiga adalah menciptakan landasan pengetahuan yang sama. Disini terasa benar pentingnya data awal yang diperoleh pembicara sebelum publik speaking. Dalam hal ini pembicara seyogyanya menyesuaikan taraf pengetahuannya dengan pihak khalayak. Kalau itu sudah tercipta, barulah pembicara berusaha “menggiring” khalayak ke taraf pengetahuan yang lebih tinggi dengan jalan membantu khalayak untuk berabstraksi sedikit melalui pemberian contoh – contoh yang diambil dari kehidupan sehari – hari. Usaha-usaha untuk menyesuaikan diri dengan taraf pengetahuan khalayak untuk kemudian membimbingnya ke taraf yang lebih tinggi akan merangsang khalayak untuk bertanya atau memberikan tanggapan pada kesempatan diskusi nantinya.
Contoh lain yang dapat disajikan adalah mengenai tujuan untuk memperkuat norma-norma yang dianut dan diterapkan. Misalnya, golongan masyarakat yang dihadapi sebagai khalayak adalah warga yang patuh pada peraturan lalu lintas. Mereka harus diberikan atau disajikan hal-hal yang menguntungkan apabila patuh dibandingkan dengan perbuatan-perbuatan yang melanggar peraturan yang dijatuhkannya sanksi yang merupakan penderitaan sebab ada kemungkinan bahwa pelanggar peraturan lalu lintas melakukannya karena pertimbangan-pertimbangan cost and benefit yang dilandaskan pada perhitungan ekonomis belakang, tanpa menyadari bahwa akibatnya mungkin lebih luas daripada yang diduga.
5. Kemampuan – Kemampuan yang Diperlukan
Seorang pembicara seyogyanya mempunyai berbagai kemampuan agar dapat melakukan publik speaking dengan baik dan benar. Kemampun-kemampuan tersebut hanya akan dapat dipunyai apabila yang bersangkutan mempunyai wawasan yang luas karena banyak membaca, peka terhadap masalah-masalah di sekitarnya, dan secara cepat merekam kejadian-kejadian yang penting. Hal-hal itu kemudian dapat diolah secara sistematis sehingga menjadi kesatuan yang relatif utuh.
6. Penutup
Keterkaitan antara publik speaking dengan sosiologi komunikasi tampaknya terletak pada kenyataan bahwa publik speaking pada hakikatnya merupakan penerapan konsep-konsep sosiologi komunikasi tertentu. Hal ini bukan berarti bahwa seorang pembicara senantiasa harus merupakan sarjana sosiologi, yang mengkhususkan diri dalam sosiologi komunikasi. Hal yang penting adalah bahwa seorang pembicara mengetahui atau memahami aspek-aspek sosiologi kehidupan masyarakat. Apalagi kalau pengetahuan tersebut ditambah dengan pengetahuan dibidang ilmu – ilmu sosial lainnya seperti antropologi, psikologi sosial, ekonomi dan seterusnya, pengetahuannya semakin lengkap (demikian pula halnya dengan kemampuan yang bersangkutan).
Hal yang penting adalah rajin melatih diri berbicara di depan umum dengan memberikan penyajian yang akurat mengenai masalah yang diketengahkan. Seorang public speaker harus senantiasa berterus terang, namun dilandaskan pada perhitungan yang mantap. Hal yang juga penting adalah pantangan untuk mempopulerkan diri dengan jalan mendiskreditkan pihak – pihak lain yang dijadikan kambing hitam, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Seorang pembicara harus mampu menerapkan berbagai peranan tertentu sekaligus. Misalnya, dia harus pandai menyesuaikan diri denga khalayak; namun di lain waktu dia juga harus mampu menempatkan diri pada kedudukan yang lebih tinggi ataupun lebih rendah daripada khalayak; semata-mata untuk membentuk opini yang positif.
Demikianlah beberapa catatan mengenai publik speaking, yang semata-mata didasarkan pada mudahan-mudahan rekaman pengalaman sendiri. Mudahan-mudahan rekaman pengalamanini dapat dimanfaatkan demi kebaikan.