Muhammad
Fadhly Ali – Univeristas Hasanuddin
MERINDUKAN KAMPUS DUNIA DI KOTA KU
Sebuah situs yang
menarik untuk kita perbincangkan mengenai universitas yang masuk ke dalam world class university yang ada di
Indonesia yakni: Webometrics.info yang ditulis oleh Aditrock pada tahun 2009. Di
mana dalam web tersebut berisi tentang 33 Perguruan Tinggi Indonesia (PTI) yang
masuk ke dalam world class university.
Dari ke 33 PTI
tersebut, Universitas Hasanuddin (Unhas)
turut meramaikan persaingan. Unhas menduduki
peringkat 16 di bawah Universitas Gajah Mada (UGM) yang menduduki peringkat
pertama, kemudian Institut Teknologi Bandung (ITB) di peringkat ke dua,
selanjutnya Universitas Indonesia (UI) di peringkat ke tiga, dan seterunya.
Untuk melihat lebih jelasnya, silahkan mengakses ke web: http://id.shvoong.com/humanities/1866634-33-perguruan-tinggi-indonesia-yang/
Alangkah bangganya diri
ini, melihat 33 PTI yang masuk ke dalam world
class university terdapat universitas yang kita masuki sekarang ini. Betapa
tidak, dari ratusan Perguruan Tinggi (PT) yang ada di Indonesia, hanya 33 PTI
yang masuk ke dalam world class
university. Sungguh perjuangan yang tidak mudah untuk menggapai hal
tersebut. meskipun kualitas tiap-tiap PTI tergolong tidak merata dan cenderung terpusat
di pulau Jawa, serta perkembangan PTI di luar pulau Jawa sulit untuk bersaing
dan berkembang. Akan tetapi, ada saja PTI di luar pulau Jawa yang dapat
bersaing. Contohnya, Universitas Hasanuddin (Unhas)
mampu bersaing baik dalam bidang akademik maupun non akademik.
mampu bersaing baik dalam bidang akademik maupun non akademik.
Unhas merupakan satu-satunya
PTI yang ada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang masuk ke dalam world class university. Ini membuktikan
bahwa, kualitas yang dimiliki oleh Universitas Hasanuddin patut diperhitungkan
khususnya di Indonesia. Dengan bekal perencanaan yang serius dan matang serta
didukung anggaran yang lebih daripada memadai, membuat Unhas merasa ‘percaya
diri’ dalam melihat perkembangan dunia ke depan.
Selain PTI yang ada di
Indonesia, mulai muncul universitas-universitas kelas dunia di negara-negara
lain, yang mampu bersaing di tingkat internasional. Kemunculan mereka bahkan
dipandang ‘mengancam’ Perguruan Tinggi (PT) di Eropa dan Amerika, yang selama
ini sangat dominan. Kekhawatiran mulai mencuat di kalangan mereka, bahwa jika
mereka tidak melakukan langkah-langkah seperlunya, maka Perguruan Tinggi-Perguruan
Tinggi mereka akan kehilangan kompetitif tertingginya.
Bukan rahasia lagi,
tidak banyak PTI yang mampu bersaing di tingkat internasional, bahkan untuk
level nasional saja, sebagian besar belum memenuhi harapan. Banyak faktor
penyebabnya sejak dari tradisi universitas yang relatif baru, dengan pembiayaan
yang minim, kualifikasi sumber daya dosen yang rendah, fasilitas yang tidak
memadai, tidak ada atau kurangnya jaringan nasional dan internasional, dan
sejumlah faktor lainnya lagi. Sungguh memalukan melihat negara tercinta ini
terseok-seok dalam dunia pendidikan, yang menjadi pintu dunia dalam meraih
sukses.
Melihat hal tersebut,
pemerintah tidak tinggal diam. Dalam kebijakan politik pendidikannya,
pemerintah yang dulunya memprioritaskan pada pendidikan dasar, kini mulai
menyadari, bahwa jika ingin mewujudkan pendidikan universal tentunya bukan hanya memprioritaskan pada pendidikan
dasar saja. Akan tetapi, semua jenjang pendidikan itu perlu diprioritaskan
tanpa terkecuali. Sehingga pemerintah pun menaikan APBN di bidang pendidikan
sebanyak 20% dari anggaran tersebut, dan menjadi anggaran terbesar dalam APBN
negara.
Lebih jauh, prioritas
pada pendidikan dasar bisa dipahami sangat penting untuk mengangkat harkat
rakyat secara keseluruhan. Tetapi pada saat yang sama, jika pemerintah dan
masyarakat tidak memiliki kapasitas untuk mengembangkan secara merata seluruh
Perguruan Tinggi, sudah selayaknya dikembangkan beberapa Perguruan Tinggi yang
setidaknya bisa menjadi ‘tanda’. Pertanda,
adanya PTI yang representatif untuk bersaing di tingkat internasional.
Muncul berbagai
tanggapan yang kurang mengenakkan bagi pemerintah. Coba kita bayangkan, untuk
tingkat pendidikan dasar saja pemerintah keteteran, bagaimana mungkin
memprioritaskan pendidikan menegah, bahkan pendidikan tinggi sekalipun. Amat
menyedihkan dan kecewa melihat kinerja pemerintah yang tidak sesuai harapan
rakyat. Percuma saja dipilih untuk menduduki satu kursi di tempat yang nyaman,
dengan tempat tidur seharga 49 juta, gaji yang begitu besar dengan kenaikan
gaji yang dapat menghidupi satu kampung di pedalaman Papua sana, sungguh tidak
dapat dibanggakan sedikitpun.
Lambat
laung hal ini mulai tercerahi, dengan adanya pencanangan kota Makassar sebagai
kota dunia oleh Bapak Walikota, membawa angin segar bagi perguruan tinggi yang
ada di kota Makassar, khususnya Unhas sendiri. Tentunya dengan pemahaman yang
sejalan dan tujuan perkembangan kota Makassar ke dunia Internasional, sehingga
dapat bekerja sama untuk mewujudkan hal tersebut.
Bila
melihat sumbangsih pemerintah yang telah membuat starting point dengan pembangunan pariwisata bertaraf internasional
yang melekat erat di jantung kota Makassar. Sungguh sangat baik, ini merupakan
kinerja awal pemerintah untuk mewujudkan Makassar menjadi kota dunia. Dengan adanya
revitalisasi pantai losari, revitalisasi lapangan karebosi, wahana Trans studio
sebagai area bermain in door terbesar
di dunia versi salah satu program televisi swasta di Indonesia, dan berbagai
area sejarah yang telah dikembangkan. Akan menjadi salah satu magnet bagi turis
lokal maupun turis internasional untuk datang ke kota Makassar.
Alangkah
baiknya setelah pembangunan di bidang pariwisata. Selayaknya dunia pendidikan
tidak lupa di kelas duniakan oleh pemerintah. Wacana kota Makassar menuju kota
dunia, bukan hanya dinilai dari pariwisata saja, melainkan pendidikan, ekonomi,
sosial budaya, dan masih banyak lagi. Oleh karena itu, untuk dunia pendidikan
pemerintah harus bekerja sama dengan Perguruan Tinggi khususnya universitas
Hasanuddin yang sudah membulatkan tekat untuk menuju world class university.
Terlepas dari hal
itu, kita fokuskan pada world class
university. Seperti dikemukakan oleh Philip G Albach dalam The Costs and Benefits of World-Class
Universities (2005), yaitu:
Universitas kelas dunia adalah universitas yang
memiliki rangking utama di dunia, yang memiliki standar internasional dalam
keunggulan (excellence). Keunggulan
tersebut mencakup, antara lain, keunggulan dalam riset yang diakui masyarakat
akademis internasional melalui publikasi internasional, keunggulan dalam tenaga
pengajar (profesor) yang berkualifikasi tinggi dan terbaik dalam bidangnya,
keunggulan dalam kebebasan akademik dan kegairahan intelektual, keunggulan
manajemen dan governance, fasilitas
yang memadai untuk pekerjaan akademis, seperti perpustakaan yang lengkap,
laboratorium yang mutakhir, dan pendanaan yang memadai untuk menunjang proses
belajar-mengajar dan riset. Dan tidak kurang pentingnya, keunggulan dalam kerja
sama internasional, baik dalam program akademis, riset, dan sebagainya.
Melihat hal di
atas, jelas tidak mudah bagi PTI untuk mencapai berbagai keunggulan tersebut. Tetapi, jika pemerintah, masyarakat, dan kalangan
PTI serius memiliki world class university, maka jelas tantangannya tidak sederhana.
Namun, peluang bukan tidak ada. Keputusan Mahkamah Konstitusi belum lama ini
yang mewajibkan pemerintah pusat dan daerah menganggarkan minimal 20 persen
APBN untuk pendidikan, dapat menjadi peluang untuk lebih menyeriusi peningkatan
kualifikasi Perguruan Tinggi Indonesia menjadi world class
university. Selain
dianggarkan terutama untuk pendidikan dasar, sebagian anggaran pendidikan
tersebut seyogianya dialokasikan untuk akselerasi beberapa PTI ke kelas
internasional.
Seperti pengalaman
banyak Perguruan Tinggi world class, tidak seluruh program akademis mereka dapat dikatakan sepenuhnya berkelas
internasional, mungkin hanya
beberapa program tertentu saja. Karena itu, seluruh PTI dapat mengembangkan beberapa program akademis
tertentu yang dapat dikembangkan mencapai standar internasional. Jika ini saja
bisa dilakukan, jelas merupakan langkah strategis ke arah terbentuknya world class university di Indonesia.
Bila
kita melihat tema yaitu, Unhas menuju world
class university. Banyak hal yang menjadi pertanyaan untuk kita
perbincangkan. Mulai dari, layakkah Unhas menjadi world class university dengan kondisi yang dimilikinya sekarang
ini? Jawabannya, ‘may be yes, may be no’, yang merupakan sebuah hipotesis
yang ada dipikiran penulis sewaktu melihat tema di mading kampus. Hingga
pertanyaan seperti, apa yang menjadi keunggulan Unhas sehingga mampu bersaing
dengan universitas dunia? Itu yang sepatutnya dijawab oleh instutisi yang ada
di Unhas sebagai promotor pencanangan hal ini.
Hemat
penulis sewaktu melihat wacana ini, sungguh sangat realistis. Mengingat, Unhas
merupakan Universitas terbesar di Kawasan Timur Indonesia (KTI) dengan
fasilitas yang memadai, program akademik yang tertata rapi, dan tidak kalah
pentingnya, hubungan dengan negara-negara asing sangat terjaga. Ini dibuktikan
dengan banyaknya jurusan bahasa asing di Fakultas Budaya Unhas. Mulai dari,
bahasa Inggris, bahasa Jepang, bahasa Korea, bahasa Prancis, bahasa Jerman, dan
masih banyak lagi. Selain itu, pertukaaran pelajar yang dapat meningkatkan
kulitas pendidikan tetap diadakan, serta pengembangan riset yang menggugah
dunia internasional mulai menunjukkan hasil. Sehingga, hal tersebut menjadi
senjata ampuh untuk meraih satu tempat di worls
class university.
Ada
madu ada racun, ada keunggulan ada pula kelemahan. Meski dengan kualitas
akademik dan non akademik Unhas tergolong memadai, akan tetapi secara garis
besarnya, masih banyak yang perlu diperbaiki. Mulai dari keunggulan
dalam tenaga pengajar (profesor) yang berkualifikasi tinggi dan terbaik dalam
bidangnya kurang teruji,
keunggulan dalam kebebasan akademik dan kegairahan intelektual kurang inovatif, keunggulan
manajemen dan governance yang masih di bawah harapan,
fasilitas yang memadai untuk pekerjaan akademis tidak merata, di mana hanya fakultas yang pembiayaan dananya sangat
tinggi lebih diprioritaskan dan berkembang pesat sehingga fakultas lain yang
pendanaannya kurang semakin terpuruk dan sulit berkembang, selain itu
perpustakaan pusat yang menjadi tempat
kita mencari bahan kuliah kurang memadahi dan tidak up to date, laboratorium yang kurang mutakhir, dan pendanaan
yang agak rumit tercairkan, dalam
menunjang proses belajar-mengajar dan riset.
Terkhusus
pada tenaga pengajar, dimana Unhas telah merubah sistem pembelajaran dari Teacher Centered Learning (TCL) menjadi Student Centered Learning (SCL) yang
menurut penulis sangat memanjakan tenaga pengajar. Ini dikarenakan, banyaknya
dosen yang sering terlambat mengajar, bahkan tidak datang sekalipun. Dengan
sebuah ‘kambing hitam’ yaitu SCL ini, di mana mahasiswa dituntut aktif
sepenuhnya dalam proses pembelajaran. Sehingga dosen semaunya saja, mau datang
ataupun tidak datang tetap Rp 200.000,- ditangan. sungguh amat menggelikan.
Tidak
kala pentingnya, pembangunan
pendidikan tinggi sebagai prioritas kurang ditanggapi, peningkatan secara signifikan pada
sumber daya mahasiswa berjalan lambat, terealisasikannya identifikasi institusi yang kurang berkualitas,
peningkatan rekrutmen
akademisi
yang kurang efektif, melakukan
reformasi tata kelola yang kurang efisien, kurangnya riset yang diakui
masyarakat akademis internasional khusnya
dalam pencapaian Unhas menuju world class
university melalui publikasi internasional.
Unhas selayaknya mempunyai
program-program pembinaan mahasiswa yang cukup kaya. Misalnya program di mana
mahasiswa-mahasiswanya diasuh oleh tokoh masyarakat/guru-guru besar, tidak harus
di bidang studi yang sama. Karena asupan
mahasiswanya berasal dari latar belakang sosial ekonomi
yang berbeda, sehingga terjalin hubungan yang baik antara pendidik dan didikan sehingga kepercayaan diri mahasiswa dapat tumbuh.
Program
kuliah kerja nyata menjadi program prioritas juga perlu ditingkatkan, sehingga mahasiswa tahu bermasyrakat dan
masyarakat merasa membutuhkan mahasiswa, selain itu, mahasiswa-mahasiswa
juga diasramakan, mereka yang mengatur kehidupan asrama sendiri dan 25 % dari
mereka dikirim ke luar negeri untuk mendapatkan pengalaman. Yang penulis rasakan, hal
ini sudah direalisasikan oleh Unhas, tinggal perlu ditingkatkan. Apabila institusi Unhas dapat memperbaiki hal-hal tersebut,
yakin dan percaya Unhas dapat sejajar dengan universitas-universitas dunia yang
merajai pendidikan, dan meninggalkan jauh universitas-universitas nasional.
Oleh
karena itu, demi merealisasikan Unhas menuju world class university, selaku mahasiswa yang menjadi unsur utama
dalam membangun univeritas yang berkulitas. Tentunya, diharapkan kerja sama yang
baik, kobarkan semangat Pangeran Hasanuddin dengan satu tekat, not
anarchy, not tauran,
no drugs, no free association, yes learning, yes research, yes dedication to
the community and my life Indonesian.
DAFTAR PUSTAKAe
Albach, Philip. 2005. The
Costs and Benefits of World-Class Universities. Inggris: Faber.
Aditrock. 2009. (diakses
melalui situs http://id.shvoong.com/humanities/1866634-33-perguruan-tinggi-indonesia-yang/ pada tanggal 19 November 2010)
Biodata
Judul Naskah :
NAMA PENULIS : Muhammad Fadhly Ali
Tempat &
Tanggal Lahir : Makassar, 22 Februari
1991
Nama Perguruan
Tinggi : Universitas
Hasanuddin
Nama Fakultas,
Jurusan : ISIPOL, Ilmu
komunikasi
NIM :
E31110267
Domisili (Alamat
Surat) : Komp. Puri Taman Sari
Blok B2/15B
Alamat Email : andi_nosel06@yahoo,com
Telepon : (0411)
457-834
Ponsel :
085656284832