Tema: Interaksi
Sosial dalam “New media”
Hari masih pagi namun jalanan di Kota Makassar sudah
mulai ramai oleh beberapa kendaraan bermesin. Tengok saja di dalam angkot,
sudah disesaki oleh beberapa penumpang dari berbagai kalangan di dalamnya. Hal
yang menarik, terdapat beragam cara penumpang angkot melepas kejenuhan menunggu
hingga sampai di tempat tujuan. Beberapa penumpang tampak sedang asyik
mendengarkan musik, bermain game,
dan merambah internet melalui telepon seluler, iPad, dan smartphone.
Apa yang terjadi di dalam angkot tersebut menunjukkan
betapa perkembangan tekonologi
informasi dan komunikasi begitu
pesat akhir-akhir ini. Jumlah pengguna Internet pun melonjak dari tahun ke
tahun. Tren baru itu juga membawa perubahan pola konsumsi masyarakat terhadap
media di negeri ini. Jumlah pembaca koran konvensional menurun, sedangkan
pengguna Internet mengalami kenaikan. Hingga mulai terdengar, media cetak
tinggal menunggu waktu, meskipun sering di bantah oleh para ahli di bidang
komunikasi tentang kepunahan media cetak dalam waktu dekat ini.
Tanpa sadar
sebagian dari manusia berubah drastis akibat perkembangan teknologi dan
komunikasi di abad ke 20 ini. Dunia yang begitu luas terasa menyempit tatkala
hadir sarana interaksi sosial yang mengatasnamakan dirinya Netizen. Sunyi
terasa bila sehari tak mengaktifkan akun-akun sosial network baik facebook,
twitter, google+, dan lainnya. Apabila hal tersebut terus menerus berkembang
dan mengerogoti setiap langkah kehidupan manusia, maka selamat tinggal old media, dan selamat datang new media.
Old media atau sebut saja
tradisional media merupakan sarana komunikasi sebelum adanya teknologi digital.
Analog menjadi salah satu bagian di dalamnya. Radio dan telepon analog,
televisi, serta media cetak seperti buku, majalah, dan koran adalah beberapa
contoh dari old media. Sedangkan new media merupakan sarana komunikasi
modern dalam bentuk data digital, yang dipublikasikan melalui disk (CD, DVD, blue ray), jaringan telepon, dan
internet (website, social
networking, blog, RSS Feed dan lainnya) dalam bentuk teks, gambar, suara dan
video yang menggunakan komputer, mobile phone atau smartphone.
Perubahan pola konsumsi masyarakat terhadap new media segera ditangkap oleh pemilik
modal di sektor media massa. Bukannya menetralisir keadaan dengan menggemborkan
gerakan melek media, akan tetapi mereka menjadikannya lahan bisnis dan
mengambil kesempatan akan tren teknologi baru ini. Dan kini dapat kita lihat
bersama, hampir semua pemilik media memiliki portal berita online. Lengkap sudah kepemilikan
media oleh para konglomerat itu. Dari cetak, radio, televisi, hingga online telah mereka miliki. Bahkan tak jarang
pula berita dari media cetak, radio, dan televisi bisa dinikmati sekaligus di
portal berita milik konglomerasi media tersebut.
Inilah yang disebut sebagai zaman media baru atau new media. media konvensional
telah bertransformasi menjadi new media. Beberapa pihak menilai ini
sebuah keniscayaan. Efisiensi proses produksi berita menjadi argumentasinya. Lupakanlah
percetakan buku, majalah, dan koran yang akan menebang pepohonan begitu banyak,
ini lebih praktis, murah, dan tidak akan cepat rusak. Akan tetapi, radiasi dari
elektronik penunjang hadirnya new media
itu bagaimana? tidakkan merusak kesehatan? Malas untuk bergerak mencari tahu
untuk menunjang diri serta meningkatkan motivasi hidup, apakah masih dapat
tumbuh alamiah di dalam diri manusia? Silahkan anda memilih.
New media menjadi kebutuhan primer
oleh sebagian manusia, revolusi cara manusia untuk berinteraksi telah
meredefinisi makna dari komunikasi. New
media seakan melampaui ruang dan waktu, sehingga manusia mudah tertarik dan
terbawa akan arus yang begitu deras dari new
media. Komunikasi tatap muka dengan orang yang disukai tidak susah lagi
adanya. Tinggal membeli smartphone berkapasitas
3G, semua itu mudah dan mengasikkan.
Saat ini pemanfaatan new
media yang lagi tren adalah dalam sarana interaksi sosial. Yang dekat
terasa jauh, dan yang jauh terasa dekat. Lihat saja, bagaimana kita bisa
berkomunikasi dengan orang yang berada jauh dari tempat kita berpijak. Akan
tetapi, orang yang nyata-nyatanya sangat dekat, begitu jauh terasa karena new media itu. Memang intensif, akan
tetapi tidak memiliki kesamaan rasa seperti bertemu langsung dan bertatap muka.
Rasa itu tidak pernah bohong, walau objeknya sama seperti aslinya, akan tetapi
rasa kemanusian yang bermain.
Di era digital ini sebenarnya dominasi wacana publik dari
new media bisa dilawan
oleh publik. Publik secara individual atau bersama-sama dapat menuliskan
perlawanannya itu melalui blog dan website pribadi atau organisasinya. Publik
juga dapat melawan melalui video yang di-upload di situs jejaring sosial di Internet.
Celakanya, lemahnya perlawanan publik pengguna Internet
di Indonesia terhadap dominasi wacana dari new media itu semakin diperlemah oleh berbagai
kebijakan telematika yang ada atau yang sedang dirancang pemerintah. Setidaknya
ada dua kebijakan dan rancangan kebijakan yang berpotensi semakin memperlemah
potensi perlawanan publik terhadap dominasi wacana di ranah Internet yakni:
Pertama, masih dipertahankannya pasal karet pencemaran
nama baik dalam Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (ITE). Penggunaan pasal karet itu berpotensi membungkam
publik pengguna Internet yang kritis. Setiap saat pengguna Internet yang kritis
terancam terkena hukuman 6 tahun penjara dari UU ITE. Kedua, Rancangan
Undang-Undang Konvergensi Telematika. Dalam RUU Konvergensi Telematika
disebutkan bahwa setiap penyelenggara layanan aplikasi penyebaran konten dan
informasi wajib mendapatkan izin dari menteri dan membayar biaya hak
penyelenggaraan.
Ketentuan izin dari menteri tentu tidak jadi masalah bagi
pemilik modal di industri konglomerasi new
media. Namun, bagi website yang dikelola oleh organisasi yang
selama ini kritis terhadap pemerintah, ketentuan itu akan berpotensi
mempersulit mereka. Begitu pula kewajiban membayar biaya hak penyelenggaraan.
Bagi pemilik modal di industri konglomerasi new
media, hal itu tidak menjadi persoalan. Namun, bagi organisasi kecil yang
mengelola website, hal
itu akan menjadi sebuah persoalan besar.
Entah apa yang terjadi bila ke dua hal tersebut
dihilangkan, perkelahian dengan saling maki –memaki akan semakin maraknya di
dunia online. Polisi akan di bentuk
khusus untuk mengamankan hal tersebut. Dan masih banyak lagi
kemungkinan-kemungkinan yang akan merusak setiap sudut kehidupan manusia modern
saat ini.
Sehingga kesimpulan dari essay ini adalah keberadaan new
media banyak membantu manusia dalam mempererat interaksi sosial. Akan tetapi,
berimbas pada pergeseran budaya. budaya saling mengunjungi untuk menjalin
silaturahim antara sesama kian menurun, mereka hanya saling sapa menyapa
melalui new media. Akibatnya efek harmonisasi dalam hubungan kian renggang dan
berakibat munculnya prasangka. Karena rasa tidak pernah bohong. Melek media itu
penting, karena dengan itu kita bisa menjadi sebaik-baik manusia.