5.17.2012

Nila Setitik, Antara Rusak Susu Sebelanga


Tema: Interaksi Sosial dalam “New media



Hari masih pagi namun jalanan di Kota Makassar sudah mulai ramai oleh beberapa kendaraan bermesin. Tengok saja di dalam angkot, sudah disesaki oleh beberapa penumpang dari berbagai kalangan di dalamnya. Hal yang menarik, terdapat beragam cara penumpang angkot melepas kejenuhan menunggu hingga sampai di tempat tujuan. Beberapa penumpang tampak sedang asyik mendengarkan musik, bermain game, dan merambah internet melalui telepon seluler, iPad, dan smartphone.
Apa yang terjadi di dalam angkot tersebut menunjukkan betapa perkembangan tekonologi informasi dan komunikasi begitu pesat akhir-akhir ini. Jumlah pengguna Internet pun melonjak dari tahun ke tahun. Tren baru itu juga membawa perubahan pola konsumsi masyarakat terhadap media di negeri ini. Jumlah pembaca koran konvensional menurun, sedangkan pengguna Internet mengalami kenaikan. Hingga mulai terdengar, media cetak tinggal menunggu waktu, meskipun sering di bantah oleh para ahli di bidang komunikasi tentang kepunahan media cetak dalam waktu dekat ini.
Tanpa sadar sebagian dari manusia berubah drastis akibat perkembangan teknologi dan komunikasi di abad ke 20 ini. Dunia yang begitu luas terasa menyempit tatkala hadir sarana interaksi sosial yang mengatasnamakan dirinya Netizen. Sunyi terasa bila sehari tak mengaktifkan akun-akun sosial network baik facebook, twitter, google+, dan lainnya. Apabila hal tersebut terus menerus berkembang dan mengerogoti setiap langkah kehidupan manusia, maka selamat tinggal old media, dan selamat datang new media.
Old media atau sebut saja tradisional media merupakan sarana komunikasi sebelum adanya teknologi digital. Analog menjadi salah satu bagian di dalamnya. Radio dan telepon analog, televisi, serta media cetak seperti buku, majalah, dan koran adalah beberapa contoh dari old media. Sedangkan new media merupakan sarana komunikasi modern dalam bentuk data digital, yang dipublikasikan melalui disk (CD, DVD, blue ray), jaringan telepon, dan internet (website, social networking, blog, RSS Feed dan lainnya) dalam bentuk teks, gambar, suara dan video yang menggunakan komputer, mobile phone atau smartphone.
Perubahan pola konsumsi masyarakat terhadap new media segera ditangkap oleh pemilik modal di sektor media massa. Bukannya menetralisir keadaan dengan menggemborkan gerakan melek media, akan tetapi mereka menjadikannya lahan bisnis dan mengambil kesempatan akan tren teknologi baru ini. Dan kini dapat kita lihat bersama, hampir semua pemilik media memiliki portal berita online. Lengkap sudah kepemilikan media oleh para konglomerat itu. Dari cetak, radio, televisi, hingga online telah mereka miliki. Bahkan tak jarang pula berita dari media cetak, radio, dan televisi bisa dinikmati sekaligus di portal berita milik konglomerasi media tersebut.
Inilah yang disebut sebagai zaman media baru atau new media. media konvensional telah bertransformasi menjadi new media. Beberapa pihak menilai ini sebuah keniscayaan. Efisiensi proses produksi berita menjadi argumentasinya. Lupakanlah percetakan buku, majalah, dan koran yang akan menebang pepohonan begitu banyak, ini lebih praktis, murah, dan tidak akan cepat rusak. Akan tetapi, radiasi dari elektronik penunjang hadirnya new media itu bagaimana? tidakkan merusak kesehatan? Malas untuk bergerak mencari tahu untuk menunjang diri serta meningkatkan motivasi hidup, apakah masih dapat tumbuh alamiah di dalam diri manusia? Silahkan anda memilih.
New media menjadi kebutuhan primer oleh sebagian manusia, revolusi cara manusia untuk berinteraksi telah meredefinisi makna dari komunikasi. New media seakan melampaui ruang dan waktu, sehingga manusia mudah tertarik dan terbawa akan arus yang begitu deras dari new media. Komunikasi tatap muka dengan orang yang disukai tidak susah lagi adanya. Tinggal membeli smartphone berkapasitas 3G, semua itu mudah dan mengasikkan.
Saat ini pemanfaatan new media yang lagi tren adalah dalam sarana interaksi sosial. Yang dekat terasa jauh, dan yang jauh terasa dekat. Lihat saja, bagaimana kita bisa berkomunikasi dengan orang yang berada jauh dari tempat kita berpijak. Akan tetapi, orang yang nyata-nyatanya sangat dekat, begitu jauh terasa karena new media itu. Memang intensif, akan tetapi tidak memiliki kesamaan rasa seperti bertemu langsung dan bertatap muka. Rasa itu tidak pernah bohong, walau objeknya sama seperti aslinya, akan tetapi rasa kemanusian yang bermain.
Di era digital ini sebenarnya dominasi wacana publik dari new media bisa dilawan oleh publik. Publik secara individual atau bersama-sama dapat menuliskan perlawanannya itu melalui blog dan website pribadi atau organisasinya. Publik juga dapat melawan melalui video yang di-upload di situs jejaring sosial di Internet.
Celakanya, lemahnya perlawanan publik pengguna Internet di Indonesia terhadap dominasi wacana dari new media itu semakin diperlemah oleh berbagai kebijakan telematika yang ada atau yang sedang dirancang pemerintah. Setidaknya ada dua kebijakan dan rancangan kebijakan yang berpotensi semakin memperlemah potensi perlawanan publik terhadap dominasi wacana di ranah Internet yakni:
Pertama, masih dipertahankannya pasal karet pencemaran nama baik dalam Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Penggunaan pasal karet itu berpotensi membungkam publik pengguna Internet yang kritis. Setiap saat pengguna Internet yang kritis terancam terkena hukuman 6 tahun penjara dari UU ITE. Kedua, Rancangan Undang-Undang Konvergensi Telematika. Dalam RUU Konvergensi Telematika disebutkan bahwa setiap penyelenggara layanan aplikasi penyebaran konten dan informasi wajib mendapatkan izin dari menteri dan membayar biaya hak penyelenggaraan.
Ketentuan izin dari menteri tentu tidak jadi masalah bagi pemilik modal di industri konglomerasi new media. Namun, bagi website yang dikelola oleh organisasi yang selama ini kritis terhadap pemerintah, ketentuan itu akan berpotensi mempersulit mereka. Begitu pula kewajiban membayar biaya hak penyelenggaraan. Bagi pemilik modal di industri konglomerasi new media, hal itu tidak menjadi persoalan. Namun, bagi organisasi kecil yang mengelola website, hal itu akan menjadi sebuah persoalan besar.
Entah apa yang terjadi bila ke dua hal tersebut dihilangkan, perkelahian dengan saling maki –memaki akan semakin maraknya di dunia online. Polisi akan di bentuk khusus untuk mengamankan hal tersebut. Dan masih banyak lagi kemungkinan-kemungkinan yang akan merusak setiap sudut kehidupan manusia modern saat ini.
Sehingga kesimpulan dari essay ini adalah keberadaan new media banyak membantu manusia dalam mempererat interaksi sosial. Akan tetapi, berimbas pada pergeseran budaya. budaya saling mengunjungi untuk menjalin silaturahim antara sesama kian menurun, mereka hanya saling sapa menyapa melalui new media. Akibatnya efek harmonisasi dalam hubungan kian renggang dan berakibat munculnya prasangka. Karena rasa tidak pernah bohong. Melek media itu penting, karena dengan itu kita bisa menjadi sebaik-baik manusia.

Berapa yang Melihat Web ini

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost