5.06.2012

Ruang Lingkup Filsafat Sosial


MATA KULIAH
FILSAFAT SOSIAL
“ Ruang Lingkup Filsafat Sosial”
Disusun Oleh : Kelompok 1
(Ilmu Komunikasi)
Muh. Aswan Pratama (E31110102)                       Fakhyar Rusyid (E31110254)
Muh. Rizki Ali (E31110104)                                           Erwin (E31110255)
Deny Pratama (E31110260)                                          Muh. Idham (E31108008)
Ahmad syarif (E31108271)                                            Fitrian Sakinah (E31110901)
Isma Ariyani (E31110264)                                                               Ayu adriyani (E31110001)
Nurul inayah (E31110258)                                             Diah Rahmayanti (E31110251)
Amaliah Zulhilmi (E31110114)                                 Aghni Rizkika. D (E31110006)
Anindyati R. W (E31110257)                                         Mariessa. G (E31110002)
Horizontal Scroll: Dosen :
DR. Suryo Ediyono. M. HUM

 


RUANG LINGKUP FILSAFAT SOSIAL

A.    Pengertian Filsafat Sosial

Filsafat sosial merupakan cabang dari filsafat yang mempelajari persoalan sosial kemasyarakatan secara kritis, radikal dan komprehensif. Sejak kelahirannya filsafat sosial telah mendekonstruksi pemahaman masyarakat bahwa tidak selamanya apa yang ada dikolong langit telah langsung diatur oleh kekuasaan Tuhan untuk selama-lamanya.
      Filsafat Sosial dewasa ini sangat dirasakan kepentingannya. Hal ini didasarkan pada perubahan dan kemajuan yang bersama-sama dialami oleh umat manusia banyak sekali berbagai persoalan yang dimintai perhatian, khususnya yang menyangkut kehidupan sosial manusia.
Dalam bukunya, Suryo Ediyono menjelaskan bahwa  Filsafat sosial adalah filsafat yang mempertanyakan persoalan kemasyarakatan (society), pemerintahan (government) dan Negara (state).
Adapun ruang lingkup dalam filsafat social adalah sebagai berikut:
·         Mempertanyakan dan membicarakan persoalan dalam masyarakat (society) dalam individualisme.
·         Persoalan individual dalam hubungannya dengan Negara
·         Persoalan yang menyangkut hak-hak asasi dan otonomi
·         Persoalan keadilan social (justice) dan social cooperation
·         Persoalan keadilan (justice) dan kebebasan (freedom)
·         Persoalan antara moral dan hukum
·         Persoalan masalah moral dan kebabasan (morality and freedom)
·         Persoalan masalah ilmu-ilmu sosial.


Bahan materiil filsafat sosial adalah sesuatu yang dapat menyelediki berbagai bidang dalam masyarakat, maka kita dihadapkan pada kenyataan bahwa manusia hidup bersama dengan sesama manusia, bahwa mereka bersama menimbulkan keadaan keadaan hidup materiil dan rohaniah yang sebaliknya memberikan pengaruh pada mereka. Hal ini dapat disaksikan secara lahiriah maupun batiniah. Lahiriah dapat berbentuk, pergaulan diantara mereka, saling bercakap-cakap, dsb. Batiniah dapat diaplikasikan melalui segala norma-norma yang tidak tampak.
Bahan formil filsafat sosial, saling kaitan dengan bahan materiil filsafat sosial namun bahan formil filsafat sosial ini dapat ditinjau dari sisi Relasi Perseorangan dan Relasi sosialnya. Relasi perseorangan itu sendiri berlangsung dari subjek ke subjek. Motif atau dasar relasi ini adalah dasar kebajikan dan kehormatan orang lain. Contoh relasi ini seperti rasa simpati, cinta kasih antar manusia, juga terima kasih dan rasa hormat. Sedangkan relasi sosial adalah relasi yang mempersatukan sejumlah orang karena adanya suatu objek Nampak yang menengahinya. Objek inilah yang membentuk relasi sosial, mungkin materiil dan mungkin idial. Oleh karena itu, terkadang sulit membedakan antara relasi perseorangan dan relasi sosial sebab keduanya saling memengaruhi, relasi sosial termasuk dalam relasi perseorangan begitu pun sebaliknya.
B.     Hubungan filsafat sosial dan sosiologi.
Sosiologi yang pernah diperlakukan sebagai filsafat sosial, atau filsafat sejarah, muncul sebagai ilmu sosial yang mandiri pada abad ke-19. Auguste Comte, seorang Prancis, secara tradisional dianggap sebagai bapak sosiologi. Comte terakreditasi dengan coining dari sosiologi istilah (tahun 1839). "Sosiologi" terdiri dari dua kata: socius, yang berarti pendamping atau asosiasi, dan logo, yang berarti ilmu atau belajar. Makna etimologis dari "sosiologi" demikian ilmu masyarakat. John Stuart Mill, seorang pemikir sosial dan filsuf abad ke-19, mengusulkan etologi kata untuk ini ilmu baru. Herbert Spencer mengembangkan studi sistematis tentang masyarakat dan mengadopsi kata "sosiologi" dalam karyanya. Dengan kontribusi dari Spencer dan lain-lain itu (sosiologi) menjadi nama permanen dari ilmu baru.

*      Sosiologi
Sosiologi memaknai metode observasi dan berusaha menerangkan sebab-musabab suatu gejala sosial yang konkrit dari keadaannya yang lebih luas. Maka sosiologi tetap berada di bidang kejadian yang dapat diobservasi.
ü  Fase pertama dapat dikatakan metode Histori. Dalam fase ini, dibahas suatu gejala sosial tersendiri bersama dengan elemen-elemen yang dapat diobservasi. Dalam artian memahami peristiwa masa silam kemudian menuntaskannya menjadi prinsip-prinsip yang bersifat umum.
ü  Fase kedua berupa pengukuran kejadian-kejadian yang akan dibahas. Inilah tugas metode statistic itu sendiri.
ü  Fase ketiga atau bisa disebut dengan Metode Komparatif yakni metode perbandingan.
ü  Fase keempat berupa penafsiran suatu hipotesis.
ü  Fase kelima dapat dikatakan metode Case-Study yang didalamnya mempelajari gejala yang nyata dalam kehidupan bermasyarakat berupa pembuktian kebenaran hipotesa itu sendiri.

*      Filsafat Sosial
Filsafat sosial menempuh kebalikan jalan observasi sosiologi. Sosiologi bermaksud untuk mencapai pengetahuan yang selalu bertambah eksak tentang data positif. Filsafat sosial itu adalah data ontology dari segala sesuatu yang bersifat sosial, artinya inti sari dari hidup sosial itu dikembalikan ke pokok ada manusia. Yang tercetus dalam setiap dan segala data sosial yang konkrit, misalnya hubungan pokok perorangan dengan hidup bersama.  Dalam hal ini, aliran-aliran filsafat bersimpangan. Pandangan-pandangan mengenai kepentingan umum, mengenai bentuk pemerintahan, dasar hukum dan keadilan, bergantung pada tanggapan terhadap hubungan perorangan dengan kehidupan bersama. Pandangan penting juga artinya untuk penentuan norma-norma untuk mengatur segala konkrit hubungan antar manusia.
Untuk mendapat pengeathuan normative tentang pengaturan tata tertib sosial, filsafat sosial melalui 2 fase :
ü  Fase pertama dibahas hubungan perorangan dalam kehidupan bersama.
ü  Fase kedua mengenai normative yang konkrit untuk tindakan sosial.

Jadi, tergambar jelas perbedaan antara Filsafat sosial dan Sosiologi. Walaupun pada dasarnya objek materiil dari objek penelitian kedua bidang ini sama, yakni Pengalaman sosial. Perbedaan antara filsafat sosial dan sosiologi dapat dilihat dari table berikut :
                                                                                                                                   
           
PERBEDAAN
NO
Filsafat Sosial
Sosiologi
1
Berdasarkan pengalaman sosial/kenyataan sosial
Berdasarkan aspek objektif (statistic, grafik, angket, dll)
2
Bersifat Holistik
Bersifat parsial

Kedua perbedaan diatas membawa kepada pemahaman lebih lanjut bahwa filsafat sosial jauh dari melihat kenyataan sosial pada permukaan, mencoba memasuki dimensi sosial dari eksistensi manusia secara mendalam, menyelediki makna dan nilai-nilainya dan mencoba merumuskan gambaran manusia yang utuh demi makna hidupnya yang penuh arti.
Harus dikatakan bahwa sama dengan ilmu-ilmu sosial, filsafat sosial bersifat ilmiah, artinya bekerja dalam batas-batas kemungkinan dan kemampuan pengetahuan. Filsafat sosial dalam arti ini tidak hanya melukiskan kenyataan dan sifat-sifat dasar sosialisitas manusia melainkan juga menyiasati dan mengolah kenyataan sosial itu ke arah pengembangannya yang optimal, yang masih perlu diwujudkan. Dalam arti ini  filasafat sosial bisa juga disebut etika sosial. Sebab pembicaraannya tidak terlepas dar pesoalan norma tingkah laku sosial.



   C. Manfaat Filsafat Sosial
S. Takdir Alisyahbana menulis dalam bukunya: filsafat itu dapat memberikan ketenangan pikiran dan kemantapan hati, sekalipun menghadapi maut. Dalam tujuannya yang tunggal (yaitu kebenaran) itulah letaknya kebesaran, kemuliaan, malahan kebangsawanan filsafat di antara kerja manusia yang lain. Kebenaran dalam arti yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya baginya, itulah tujuan yang tertinggi dan satu-satunya.
Bagi manusia, berfilsafat itu bererti mengatur hidupnya seinsaf-insafnya, senetral-netralnya dengan perasaan tanggung jawab, yakni tanggung jawab terhadap dasar hidup yang sedalam-dalamnya, baik Tuhan, alam, atau pun kebenaran. Radhakrishnan dalam bukunya, History of Philosophy, menyebutkan: Tugas filsafat bukanlah sekadar mencerminkan semangat masa ketika kita hidup, melainkan membimbingnya maju.
Melihat fenomena masyarakat yang begitu banyak terjadi problema sosial, seperti kesenjangan kelas sosial antara Si kaya dan Si Miskin, penguasaan kekuasaan alam, bahkan sampai pada problema yang paling sensitive yakni masalah ketersinggungan kemanusiaan dan kemasyrakatan. Disinilah peran dan manfaat Filsafat sosial yang sesungguhnya yakni memelihara dan menjaga nilai kenyataan sosial yakni aspek teknis dan aspek kemanusiaan.