5.17.2012

HARAPAN DI TANGAN MAHASISWA


Unhas Menuju World Class University











HARAPAN DI TANGAN MAHASISWA









Rangkuman:
Untuk menuju world class university, tentunya tidak mudah. Unhas harus merevitalisasi segala aspek penunjang menuju world class universiti. Mulai dari keunggulan dalam riset yang diakui masyarakat akademis internasional melalui publikasi internasional, keunggulan dalam tenaga pengajar (profesor) yang berkualifikasi tinggi dan terbaik dalam bidangnya, keunggulan dalam kebebasan akademik dan kegairahan intelektual, keunggulan manajemen dan governance, fasilitas yang memadai untuk pekerjaan akademis, seperti perpustakaan yang lengkap, laboratorium yang mutakhir, dan pendanaan yang memadai untuk menunjang proses belajar-mengajar dan riset. Dan tidak kurang pentingnya, keunggulan dalam kerja sama internasional, baik dalam program akademis, riset, dan sebagainya.

Sebuah situs yang menarik untuk kita perbincangkan mengenai universitas yang masuk ke dalam world class university yang ada di Indonesia yakni: Webometrics.info yang ditulis oleh Aditrock pada tahun 2009. Di mana dalam web tersebut berisi tentang 33 Perguruan Tinggi Indonesia (PTI) yang masuk ke dalam world class university.
Dari ke 33 PTI tersebut, Universitas Hasanuddin (Unhas) turut meramaikan persaingan. Unhas menduduki peringkat 16 di bawah Universitas Gajah Mada (UGM) yang menduduki peringkat pertama, kemudian Institut Teknologi Bandung (ITB) di peringkat ke dua, selanjutnya Universitas Indonesia (UI) di peringkat ke tiga, dan seterunya. Untuk melihat lebih jelasnya, silahkan mengakses ke web: http://id.shvoong.com/humanities/1866634-33-perguruan-tinggi-indonesia-yang/
Alangkah bangganya diri ini, melihat 33 PTI yang masuk ke dalam world class university terdapat universitas yang kita masuki sekarang ini. Betapa tidak, dari ratusan Perguruan Tinggi (PT) yang ada di Indonesia, hanya 33 PTI yang masuk ke dalam world class university. Sungguh perjuangan yang tidak mudah untuk menggapai hal tersebut. meskipun kualitas tiap-tiap PTI tergolong tidak merata dan cenderung terpusat di dalam pulau Jawa, serta perkembangan PTI di luar pulau Jawa sulit untuk bersaing dan berkembang. Akan tetapi, ada saja PTI di luar pulau Jawa yang dapat bersaing. Contohnya, Universitas Hasanuddin (Unhas)
mampu bersaing baik dalam bidang akademik maupun non akademik.
Unhas merupakan satu-satunya PTI yang ada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang masuk ke dalam world class university. Ini membuktikan bahwa, kualitas yang dimiliki oleh Universitas Hasanuddin patut diperhitungkan khususnya di Indonesia. Dengan bekal perencanaan yang serius dan matang serta didukung anggaran yang lebih daripada memadai, membuat Unhas merasa ‘percaya diri’ dalam melihat perkembangan dunia ke depan.
Selain PTI yang ada di Indonesia, mulai muncul universitas-universitas kelas dunia di negara-negara lain, yang mampu bersaing di tingkat internasional. Kemunculan mereka bahkan dipandang ‘mengancam’ Perguruan Tinggi (PT) di Eropa dan Amerika, yang selama ini sangat dominan. Kekhawatiran mulai mencuat di kalangan mereka, bahwa jika mereka tidak melakukan langkah-langkah seperlunya, maka Perguruan Tinggi-Perguruan Tinggi mereka akan kehilangan kompetitif tertingginya.
Bukan rahasia lagi, tidak banyak PTI yang mampu bersaing di tingkat internasional, bahkan untuk level nasional saja, sebagian besar belum memenuhi harapan. Banyak faktor penyebabnya sejak dari tradisi universitas yang relatif baru, dengan pembiayaan yang minim, kualifikasi sumber daya dosen yang rendah, fasilitas yang tidak memadai, tidak ada atau kurangnya jaringan nasional dan internasional, dan sejumlah faktor lainnya lagi. Sungguh memalukan melihat negara tercinta ini terseok-seok dalam dunia pendidikan, yang menjadi pintu dunia dalam meraih sukses.
Melihat hal tersebut, pemerintah tidak tinggal diam. Dalam kebijakan politik pendidikannya, pemerintah yang dulunya memprioritaskan pada pendidikan dasar, kini mulai menyadari, bahwa jika ingin mewujudkan pendidikan universal tentunya bukan hanya memprioritaskan pada pendidikan dasar saja. Akan tetapi, semua jenjang pendidikan itu perlu diprioritaskan tanpa terkecuali. Sehingga pemerintah pun menaikan APBN di bidang pendidikan sebanyak 20% dari anggaran tersebut, dan menjadi anggaran terbesar dalam APBN negara.
Lebih jauh, prioritas pada pendidikan dasar bisa dipahami sangat penting untuk mengangkat harkat rakyat secara keseluruhan. Tetapi pada saat yang sama, jika pemerintah dan masyarakat tidak memiliki kapasitas untuk mengembangkan secara merata seluruh Perguruan Tinggi, sudah selayaknya dikembangkan beberapa Perguruan Tinggi yang setidaknya bisa menjadi ‘tanda’. Pertanda, adanya PTI yang representatif untuk bersaing di tingkat internasional.
Muncul berbagai tanggapan yang kurang mengenakkan bagi pemerintah. Coba kita bayangkan, untuk tingkat pendidikan dasar saja pemerintah keteteran, bagaimana mungkin memprioritaskan pendidikan menegah, bahkan pendidikan tinggi sekalipun. Amat menyedihkan dan kecewa melihat kinerja pemerintah yang tidak sesuai harapan rakyat. Percuma saja dipilih untuk menduduki satu kursi di tempat yang nyaman, dengan tempat tidur seharga 49 juta, gaji yang begitu besar dengan kenaikan gaji yang dapat menghidupi satu kampung di pedalaman Papua sana, sungguh tidak dapat dibanggakan sedikitpun.
Terlepas dari hal itu, kita fokuskan pada world class university. Seperti dikemukakan oleh Philip G Albach dalam The Costs and Benefits of World-Class Universities (2005), yaitu:
Universitas kelas dunia adalah universitas yang memiliki rangking utama di dunia, yang memiliki standar internasional dalam keunggulan (excellence). Keunggulan tersebut mencakup, antara lain, keunggulan dalam riset yang diakui masyarakat akademis internasional melalui publikasi internasional, keunggulan dalam tenaga pengajar (profesor) yang berkualifikasi tinggi dan terbaik dalam bidangnya, keunggulan dalam kebebasan akademik dan kegairahan intelektual, keunggulan manajemen dan governance, fasilitas yang memadai untuk pekerjaan akademis, seperti perpustakaan yang lengkap, laboratorium yang mutakhir, dan pendanaan yang memadai untuk menunjang proses belajar-mengajar dan riset. Dan tidak kurang pentingnya, keunggulan dalam kerja sama internasional, baik dalam program akademis, riset, dan sebagainya.

Melihat hal di atas, jelas tidak mudah bagi PTI untuk mencapai berbagai keunggulan tersebut. Tetapi, jika pemerintah, masyarakat, dan kalangan PTI serius memiliki world class university, maka jelas tantangannya tidak sederhana. Namun, peluang bukan tidak ada. Keputusan Mahkamah Konstitusi belum lama ini yang mewajibkan pemerintah pusat dan daerah menganggarkan minimal 20 persen APBN untuk pendidikan, dapat menjadi peluang untuk lebih menyeriusi peningkatan kualifikasi Perguruan Tinggi Indonesia menjadi world class university. Selain dianggarkan terutama untuk pendidikan dasar, sebagian anggaran pendidikan tersebut seyogianya dialokasikan untuk akselerasi beberapa PTI ke kelas internasional.
Seperti pengalaman banyak Perguruan Tinggi world class, tidak seluruh program akademis mereka dapat dikatakan sepenuhnya berkelas internasional, mungkin hanya beberapa program tertentu saja. Karena itu, seluruh PTI dapat mengembangkan beberapa program akademis tertentu yang dapat dikembangkan mencapai standar internasional. Jika ini saja bisa dilakukan, jelas merupakan langkah strategis ke arah terbentuknya world class university di Indonesia.
Bila kita melihat tema yaitu, Unhas menuju world class university. Banyak hal yang menjadi pertanyaan untuk kita perbincangkan. Mulai dari, layakkah Unhas menjadi world class university dengan kondisi yang dimilikinya sekarang ini? Jawabannya, ‘may be yes, may be no’, yang merupakan sebuah hipotesis yang ada dipikiran penulis sewaktu melihat tema di mading kampus. Hingga pertanyaan seperti, apa yang menjadi keunggulan Unhas sehingga mampu bersaing dengan universitas dunia? Itu yang sepatutnya dijawab oleh instutisi yang ada di Unhas sebagai promotor pencanangan hal ini.
Hemat penulis sewaktu melihat wacana ini, sungguh sangat realistis. Mengingat, Unhas merupakan Universitas terbesar di Kawasan Timur Indonesia (KTI) dengan fasilitas yang memadai, program akademik yang tertata rapi, dan tidak kalah pentingnya, hubungan dengan negara-negara asing sangat terjaga. Ini dibuktikan dengan banyaknya jurusan bahasa asing di Fakultas Budaya Unhas. Mulai dari, bahasa Inggris, bahasa Jepang, bahasa Korea, bahasa Prancis, bahasa Jerman, dan masih banyak lagi. Selain itu, pertukaaran pelajar yang dapat meningkatkan kulitas pendidikan tetap diadakan, serta pengembangan riset yang menggugah dunia internasional mulai menunjukkan hasil. Sehingga, hal tersebut menjadi senjata ampuh untuk meraih satu tempat di worls class university.
Ada madu ada racun, ada keunggulan ada pula kelemahan. Meski dengan kualitas akademik dan non akademik Unhas tergolong memadai, akan tetapi secara garis besarnya, masih banyak yang perlu diperbaiki. Mulai dari keunggulan dalam tenaga pengajar (profesor) yang berkualifikasi tinggi dan terbaik dalam bidangnya kurang teruji, keunggulan dalam kebebasan akademik dan kegairahan intelektual kurang inovatif, keunggulan manajemen dan governance yang masih di bawah harapan, fasilitas yang memadai untuk pekerjaan akademis tidak merata, di mana hanya fakultas yang pembiayaan dananya sangat tinggi lebih diprioritaskan dan berkembang pesat sehingga fakultas lain yang pendanaannya kurang semakin terpuruk dan sulit berkembang, selain itu perpustakaan pusat yang menjadi tempat kita mencari bahan kuliah kurang memadahi dan tidak up to date, laboratorium yang kurang mutakhir, dan pendanaan yang agak rumit tercairkan, dalam menunjang proses belajar-mengajar dan riset.
Terkhusus pada tenaga pengajar, dimana Unhas telah merubah sistem pembelajaran dari Teacher Centered Learning (TCL) menjadi Student Centered Learning (SCL) yang menurut penulis sangat memanjakan tenaga pengajar. Ini dikarenakan, banyaknya dosen yang sering terlambat mengajar, bahkan tidak datang sekalipun. Dengan sebuah ‘kambing hitam’ yaitu SCL ini, di mana mahasiswa dituntut aktif sepenuhnya dalam proses pembelajaran. Sehingga dosen semaunya saja, mau datang ataupun tidak datang tetap Rp 200.000,- ditangan. sungguh amat menggelikan.
Tidak kala pentingnya, pembangunan pendidikan tinggi sebagai prioritas kurang ditanggapi, peningkatan secara signifikan pada sumber daya mahasiswa berjalan lambat, terealisasikannya identifikasi institusi yang kurang berkualitas, peningkatan rekrutmen akademisi yang kurang efektif, melakukan reformasi tata kelola yang kurang efisien, kurangnya riset yang diakui masyarakat akademis internasional khusnya dalam pencapaian Unhas menuju world class university melalui publikasi internasional.
Unhas selayaknya mempunyai program-program pembinaan mahasiswa yang cukup kaya. Misalnya program di mana mahasiswa-mahasiswanya diasuh oleh tokoh masyarakat/guru-guru besar, tidak harus di bidang studi yang sama. Karena asupan mahasiswanya berasal dari latar belakang sosial ekonomi yang berbeda, sehingga terjalin hubungan yang baik antara pendidik dan didikan sehingga kepercayaan diri mahasiswa dapat tumbuh.
Program kuliah kerja nyata menjadi program prioritas juga perlu ditingkatkan, sehingga mahasiswa tahu bermasyrakat dan masyarakat merasa membutuhkan mahasiswa, selain  itu, mahasiswa-mahasiswa juga diasramakan, mereka yang mengatur kehidupan asrama sendiri dan 25 % dari mereka dikirim ke luar negeri untuk mendapatkan pengalaman. Yang penulis rasakan, hal ini sudah direalisasikan oleh Unhas, tinggal perlu ditingkatkan. Apabila institusi Unhas dapat memperbaiki hal-hal tersebut, yakin dan percaya Unhas dapat sejajar dengan universitas-universitas dunia yang merajai pendidikan, dan meninggalkan jauh universitas-universitas nasional.
Oleh karena itu, demi merealisasikan Unhas menuju world class university, selaku mahasiswa yang menjadi unsur utama dalam membangun univeritas yang berkulitas. Tentunya, diharapkan kerja sama yang baik, kobarkan semangat Pangeran Hasanuddin dengan satu tekat, not anarchy, not tauran, no drugs, no free association, yes learning, yes research, yes dedication to the community and my life Indonesian.
DAFTAR PUSTAKA

Albach, Philip. 2005. The Costs and Benefits of World-Class Universities. Inggris: Faber.
Aditrock. 2009. (diakses melalui situs http://id.shvoong.com/humanities/1866634-33-perguruan-tinggi-indonesia-yang/ pada tanggal 19 November 2010)






Biodata

Judul Naskah                             :
NAMA PENULIS                    : Muhammad Fadhly Ali
Tempat & Tanggal Lahir            : Makassar, 22 Februari 1991
Nama Perguruan Tinggi             : Universitas Hasanuddin
Nama Fakultas, Jurusan             : ISIPOL, Ilmu komunikasi
NIM                                           : E31110267
Domisili (Alamat Surat)             : Komp. Puri Taman Sari Blok B2/15B
Alamat Email                             : andi_nosel06@yahoo,com
Telepon                                      : (0411) 457-834
Ponsel                                         : 085656284832