Sangat tidak mungkin
semangat itu hanya milik orang-orang yang belum pernah mencoba. Sulit hanya
dengan kosakata orang yang tidak mau berlatih, dan gagal adalah
perbendaharaan kamus orang yang terlalu cepat menyerah. Ungkapan yang keluar
dari penulis membuka awal tulisan dengan nada tinggi yang miris melihat bangsa
tercinta hari ini.
Ungkapan penulis di atas lebih
menjurus pada hal yang mustahil adanya, ibarat kita melakukan sesuatu hal tanpa
menerima sebuah kegagalan atau sedikit kesalahan, dalam arti singkat harus
sukses atau harus sempurna. Jika dilihat dari sisi lain, ungkapan ini merupakan
sebuah ungkapan yang besar maknanya, bayangkan saja bahwa ungkapan tersebut bisa
menyemangati kita pada kondisi dan situasi apapun, baik itu siswa, mahasiswa,
pekerja, wiraswasta dan lain-lain. Bahkan dalam kondisi tertekan karena
pekerjaan yang menumpuk atau mungkin karena ada batu sandungan kegagalanpun
terasa mudah kita lewati.
Memang untuk menempuh
sebuah kesuksesan pasti ada batu sandungan berupa kegagalan, dan kegagalan itulah
yang membuat seseorang menjadi besar bagi mereka yang tak berputus asa tentunya.
Karena kegagalan itu adalah kesuksesan yang tertunda. penulispun dalam menulis
essay ini banyak melalui batu sandungan yang bahkan dapat meruntuhkan semangat penulis,
dan terkadang ungkapan penyemangat inilah yang membangkitkan semangat itu. Dan
pastinya pertolongan Sang Khalik sehingga penulis dapat melalui semua rintangan
dan menyelesaikan tulisan ini.
Membicarakan
masalah semangat. dalam arti sempit penulis dapat katakana semangat itu abstrak
tidak dapat dilihat dari perilaku manusia, entah yang mana dikatakan semangat
dan tidak semangat. Terkadang kita tertipu dengan orang yang kita lihat saat
ini, ada yang tekun dan serius melakukan suatu hal akan tetapi setengah hati,
ada juga yang malas-malasan dan tak serius akan tetapi sekuat hati. Apakah
salah satunya bisa dikatakan semangat?
Semangat adalah perasaan yang sangat kuat yang dialami oleh setiap orang,
dan setiap orang tentunya memiliki semangat itu, ntah kadarnya berapa banyak,
entah kapan semangat itu muncul. Perasaan itu abstrak, tidak dapat kita
gambarkan dengan pikiran. Namun, tujuan utama membicarakan semangat menurut
penulis adalah untuk menguak perbedaan antara semangat yang dialami dalam manusia
secara umum dan semangat yang dibicarakan dalam pedoman manusia.
Sedangkan dalam arti lebih luas penulis menempatkan semnagat untuk
mengungkapkan minat yang menggebu dan pengorbanan untuk meraih tujuan, dan
kegigihan dalam mewujudkannya. Apakah penting atau tidak, setiap orang punya
tujuan yang ingin dia raih sepanjang hidupnya. Antusiasme, yang sering
ditujukan untuk keuntungan material, juga mengemuka ketika nafsu keduniaan
dibicarakan. Sebagian orang berusaha untuk menjadi kaya, untuk memiliki karir
yang cemerlang atau jabatan yang prestisius, sementara yang lain berusaha untuk
tampil lebih unggul atau untuk meraih prestise, penghormatan, dan pujian.
Sebagai contoh, setiap orang memahami tekad yang ditunjukkan oleh seorang
siswa SMA untuk lulus Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMPTN), antusiasme
seseorang yang diterima untuk menduduki jabatan yang diinginkan di sebuah
perusahaan, atau ambisi dan upaya yang dilakukan untuk menggolkan transaksi bisnis
yang diharapkan akan sangat menguntungkan. Ada satu ciri umum yang menonjol
dalam semua ini antusiasme menimbulkan karakter kuat dan khas pada seseorang
yang kecil kemungkinannya akan muncul jika tidak ada semangat. Risiko-risiko
yang dalam keadaan normal dihindari akan diambilnya demi mewujudkan suatu
tujuan. Pengorbanan diri yang belum pernah dilakukan sebelumnya, dilakukan
tanpa ragu-ragu. Memang, orang mungkin akhirnya memperoleh kekuatan yang besar
baik dalam pengertian material dan spiritual dengan menggunakan pengetahuannya
dan kemampuannya secara maksimal.
Ada cerita menarik sewaktu penulis kecil dulu. Penulis banyak dikenalkan
berbagai simbol bangsa, mulai bendera merah putih, lagu kebangsaan, dan pakaian
adat. Pada setiap 17 Agustus jalanan kota dipenuhi anak-anak berkarnaval dengan
kostum dari Sabang sampai Merauke. Setiap dusun dibuatkan gapura benuansa
perjuangan, beberapa pekan yang diisi lomba makan kerupuk sampai membawa
kelereng dengan sendok digigit. Puncaknya, upacara pukul 09.30 di Istana Negara
dengan petugas paskibra yang telah dilatih berbulan lamanya.
Dalam pikiran penulis kala itu, masalah selebrasi yang dilakukan
orang-orang sekitar rumah paling nomor satu, memang tidak membuat letusan kembang
api yang bergaung sampai masuk ke CNN atau BBC seperti Amerika Serikat
merayakan independence day-nya, tapi masyarakat Indonesia sadar
betul pentingnya hari kemerdekaan. Kemerdekaan yang berarti lahirnya sebuah
bangsa, mulai berjalan di atas kakinya sendiri.
Hampir 66 tahun, dan itu waktu yang sangat lama. Manusia dengan usia yang
sama sudah dapat bersekolah sampai Strata 3, bahkan kalau mau sudah jadi
profesor, dan tak mustahil mampu menemukan teori baru dunia. Kakek berusia 66
harusnya tak lagi memikirkan bagaimana untuk bisa makan, bagaimana anaknya
sekolah, dan rumahnya tak dibobol maling. Ya, tak semua kakek seusia itu dapat
hidup mapan di kesenjaannya. Namun, bila kita lihat lagi kepada syair lagu
tadi, kita harus sepakat kalau kakek ini bukanlah kaum papa. Hanya saja semua
tidak untuk cuma-cuma, demi segala kemapanan ada cost yang
harus dibayarkan: usaha besar.
Riwayat hidup Indonesia penuh coreng-moreng. Angka kriminalitas mencapai
209.673 kasus pada 2009, lalu dikolasekan dalam berbagai tayangan investigasi
di televisi setiap siang, dengan tak tahu malu. Citra penegak hukum buruk.
Susno Duadji dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, yang melibatkan Ketua
KPK Antashari Azhar, berhasil membuat kaumnya jadi public enemy masyarakat, yang
diasumsikan dapat tutup mulut dengan lembaran alat tukar.
Gelapnya kelanjutan kasus Lapindo Brantas yang menyengsarakan rakyat pun
menambah deretan keterpurukan Indonesia di usianya yang tua. Sistem pengamanan
sumber daya alam kita yang buruk menyebabkan jumlah pembalakan liar mencapai
3,8 hektar per tahun. Ini cukup membuat merinding, membayangkan sebanyak apa
milik kita yang tercuri. Gagal menjaga kayu-kayu di hutan, pulau tepian
‘kebanggaan’ kita pun digondol tetangga. Sipadan dan Ligitan mungkin hanya satu
dari entah berapa yang tak terdeteksi, atau terdeteksi tetapi tak
dipublikasikan.
Negara ini penuh masalah, hampir lengkap di segala sektor kehidupan. Takkan
habis saat membahas mengenai kurikulum pendidikan yang berubah tiap tahun,
ataupun korupsi yang masif. Dimana tiap tingkatan telah melakukannya dan pada
akhirnya korupsi dianggap sebagai perilaku yang wajar. Kita sudah mengalami
pergantian rezim sebanyak enam kali, tapi tetap bongkar pasang sistem yang
masih serba coba-coba. Setiap memulai lembaran baru, pemerintahan kita tak
melakukan pembangunan yang berkesinambungan, justru perombakan yang terus
menerus tanpa pernah tahu bagaimana bentuk akhir perbaikan tersebut. Padahal
mustahil sebuah perbaikan terjadi hanya dalam satu rezim saja dan segera
dirobak pada rezim berikutnya. Seperti yang dikatakan Wyne W. Dryer, “When we are trying to learn new mental behavior we expect to try
once, and have it become a part of us instantaneously.
Ribut di gedung DPR perihal Century, menambah catatan kelam Indonesia.
Mereka yang dipilih dengan pesta besar berbiaya Rp 21,8 miliar seharusnya
dijadikan panutan, sayangnya mereka malah bertindak bagai siswa labil yang
tawuran di pinggir jalan. Atau malah sekedar anak kecil yang riuh bermain di
playgroup – begitu kata Gus Dur. Saya benci untuk sadar bahwa ini budaya bangsa
kita, mentalitas rakyat Indonesia. Lebih pesimistis, sebagian orang
mengatakan bangsa ini sudah terlalu berantakan sampai tak tahu harus memulai
pembangunan dari sebelah mana, dan menggunakan sistem yang seperti apa.
Lantas apalah guna kita bersekolah? Manfaat apa yang para orang tua
harapkan pada pendidikan mahal yang mereka bayarkan. Toh, manusia tidak harus
berilmu kalau hanya ingin bertahan hidup, asalkan bisa makan dan berkembang
biak. Namun, kita dituntut untuk hidup tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi
juga orang lain, lebih luasnya untuk bangsa dan negara.
Salah bila kita hanya menyoroti tentang Indonesia di bulan Agustus saja.
Jiwa nasionalisme memuncak, lalu mengendur lagi pada sebelas bulan lainnya.
Bangsa ini tidak bodoh, kita tidak terbelakang. Hanya sebagian mereka yang
pandai, yang terkena dampak perayaan sebulan tadi. Sibuk memperkaya diri,
mematenkan jabatan, mengembangkan jaringan bisnis sampai ke negeri seberang
tanpa ingat di desanya banyak yang butuh bantuan. Entah bagaimana perjuangan
harus dilakukan dan sistem apa yang mau diimplementasikan.
Sebelum memikirkan itu semua, ada baiknya mengingat terlebih dulu tentang
tanah tempat kita lahir, ditimang bunda, dan menghitung mundur waktu ajal tiba.
Ingat pula bahwa kemerdekaan bukan hal remeh, bukan hanya dengan satu hari atau
satu bulan negosiasi. Bukan pula agar kita dapat terdaftar ikut seleksi Piala
Dunia. Indonesia lebih sakral dari itu semua. Sebelum memulai apapun, ada
baiknya mengingat lagi bait terakhir dalam lagu tadi: “tenagaku bahkan pun
jiwaku, kepadamu rela kuberi ”, maka apapun yang kita lakukan adalah demi
negeri, semoga dapat membawa perubahan dan kemajuan.
Dan akhirnya sampai pada kegalauan yang luar biasa, apakah dengan
masalah-masalah itu, semangat berjuang demi negara yang kala itu direbut dengan
susah payah oleh pejuang 45 terbuang begitu saja? Apakah tumpahan darah yang
mengalir dari tubuh pejuang terbuang begitu saja? yah, kembali lagi pada tiap
individu. Sejauh mana kita dapat menggambarkan arti dan makna yang
tersirat dari perjuangan mereka. Mereka yang dengan ikhlas dan penuh semangat tanpa
batas mengusir penjajah dari tanah air beta ini.
Ke masalah yang sedikit rumit, di mana kebanyakan dari kita sering
kali bermalas-malasan. Ini terlihat sewaktu kita bekerja di rumah pada umunya tanpa
bos yang mengawasi, jika semangat kerja sangat renda, motivasi juga lemah maka sudah
jelas akan sangat sulit untuk sukses jangka panjang. Boleh dikatakan, untuk
menjalankan bisnis online dari rumah maka diri kita sendiri harus mampu menyemangati
diri sendiri. Siapa lagi yang akan melakukannya selain diri sendiri.
Mungkin ada banyak juga orang-orang yang karena kebetulan
mendapatkan peluang bisnis yang sedang booming dan mudah sekali dijalankan.
Tanpa bekerja keras, ia pun mendapatkan hasil yang lumayan. Itu juga secara
pasti bisa memicu motivasi dan semangat kerja menjadi lebih baik. Saya sering
menyebutnya sebagai: semangat yang timbul karena hasil. Namun demikian akan ada
masanya dimana keadaan sulit, kurang laris, tidak laku dan sebagainya. Ketika
hal itu yang terjadi maka pandai menjaga semangat dan motivasi sendiri akan
menjadi sangat bermanfaat.
Berusahalah untuk dekat dengan orang-orang bersemangat dan
bermotivasi tinggi maka anda pun sedikit atau banyak akan ikut bersemangat. Kemudian
temukanlah cara yang paling dapat memberi anda motivasi agar kegiatan anda
kerja di rumah semakin produktif dan menyenangkan.
Bila kita lihat dari sisi filsafatnya, setiap
orang pasti memiliki filosofi yang berpandangan bahwa “Hari ini harus lebih
baik dari kemarin”. Pernyataan ini pun bisa dijadikan suatu motivasi seseorang
dalam melangkah ke depan. Tidak ada seseorang yang ingin hari-harinya buruk,
tapi pada kenyataannya tidak semua orang mendapatkannya.
Seperti diketahui
motivasi merupakan faktor pendukung dominan seseorang untuk bisa meningkatkan
produktivitas. Dengan adanya motivasi semangat kerja seseorang bisa makin
terpacu. Maka tidak salah peningkatan semangat
tanpa batas selalu dibarengi oleh motivasi hidup yang didapatkan. Entah
dari mana datangnya semua kan berbuah manis kelak.
Sebuah cerita dari fakta penulis, berawal dari sebuah keluarga
yang terdiri dari seorang ayah, ibu, dan dua orang anaknya bernama budi dan
ayu. Menjelang liburan sekolah, sang ayah mengajak keluarganya untuk bertamasya
dengan perjalanan laut. Si ayah berkata "Mam, Budi, ayu, bagaimana liburan
sekolah ini, kita pergi tamasya di perjalanan laut?". Karena mendengar
ajakan dari si ayah, anggota keluarga itu bersuka cita dan dengan semangat
mereka menjawab "Perjalanan laut?? Wah asiikkkkk!!". Wajah-wajah
kegembiraan mulai tampak dari raut wajah keluarga tersebut. Sinar-sinar
kegembiraan menyinari hati dan pikiran mereka.
Libur sekolah sudah mulai tiba, sang ayah telah memesan tiket
perjalan tour dari sebuah agen perjalanan. Dan akhirnya mereka pun dijemput
oleh pihak tour travelnya, dan mereka pun menuju pelabuhan untuk memulai
perjalanan tamasyanya. Diperjalanan mereka sangat bersuka cita. Tidak ada raut
muka bermasam selama perjalanan itu. Semua bernyanyi dan tertawa dengan
perasaan lega. Sang ayah merasa gembira karena pekerjaan selama ini, dan juga
gembira karena bisa bertamasya dengan keluarganya. Begitu pula sang Ibu dan
anak-anaknya yang juga senang bisa bertamasya dengan keluarga. Setelah sampai
di pelabuhan, mereka pun masuk ke dalam kapal pesiar itu dan siap untuk
bertamasya.
Kapal pesiar pun sudah mulai beranjak dari pelabuhan menuju
perairan luas. Kapal itu berjalan menghalau deburan ombak kecil dan melewati
hembusan angin dingin laut tersebut. Setelah sampai di pertengahan laut
tersebut, tiba-tiba cuaca mulai berubah menjadi tidak bersahabat. Angin
berhembus dengan kencang dan deburan ombak pun berlomba-lomba menuju kapal
tersebut. Karena kapal tersebut tidak kuat menahan tekanan tersebut, akhirnya
kapal itu menjadi karam di tengah laut. Keluarga itu menjadi panik karena
kejadian tersebut terjadi secara tiba-tiba. Sang ayah memberi aba-aba kepada
anggota keluarganya itu untuk saling berpegangan tangan. Anggota keluarga pun
saling berpegangan tangan. Dan tanpa disangka, kapal itu semakin lama semakin
tenggelam.
Kejadian itu membuat orang merasa bahwa tidak akan selamat. Tetapi
sang Ayah dengan penuh semangat dan rasa sayang terhadap keluarganya, berusaha
sekuat tenaga untuk menolong anggota keluarganya. Ibu dan 2 anak itu sudah
mulai masuk ke air, dan si ayah pun dengan sekuat tenaga berenag ke arah si ibu
dan kedua anaknya itu. Dengan susah payah si ayah menolong mereka. Padahal si
ayah sendiri kaki dan tangannya sudah tergores pecahan kapal dan mengeluarkan
darah yang cukup banyak. Tetapi ayah selalu berusaha dan berusaha untuk menahan
sakit demi keluarganya. Si ayah berpikiran untuk rela mati demi keluarganya.
Akhirnya mereka pun selamat karena ada patroli laut. Dan mereka pun di bawa ke
daratan dan menuju rumah sakit.
Dari cerita diatas dapat kita ambil maknanya bahwa pengorbanan
sangat diperlukan dalam hidup. Tentu pengorbanan itu didukung dengan semangat tanpa batas yang kuat dan
tentu saja dengan cinta kasih. Seperti halnya orang yang tadinya kaya raya.
Hal ini digambarkan dari cerita di awal perjalanan tamasya
keluarga tersebut. Mereka bersuka cita dengan kekayaannya itu. Tapi di
perjalanan kehidupan ini, halangan pasti datang terjadi. Orang bisa kehilangan
hartanya. Tetapi, kalau dengan kehilangan harta tersebut dan kita tetap
semangat denga kita juga kaya mental, maka hal tersebut dapat bangkit lagi.
Seperti keluarga yang hampir mati tenggelam tersebut.
Intinya semangat tanpa batas adalah milik siapa
saja, orang kaya, orang miskin, orang tinggi, prang pendek, orang kecil, orang
besar, orang tua, orang muda, dan lain-lain adalah mereka. Mereka yang memiki
kekuatan tersembunyi dari dalam tubuh yang sukar ditebak dan akan menjadi
rahasi yang akan keluar di saat yang tak terduga. salam semangat tanpa batas untuk mereka yang ceria.